Mengenal Sumber Energi Terbarukan: Peluang Dan Tantangan
Mengenal Sumber Energi Terbarukan: Peluang Dan Tantangan – Indonesia sebagai negara yang terletak di garis khatulistiwa menikmati sinar matahari sepanjang tahun. Manfaat-manfaat ini dapat mendukung transisi menuju energi ramah lingkungan dan berkelanjutan di masa depan. Energi surya dapat diubah menjadi listrik dengan menggunakan sistem pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang lebih ramah lingkungan dibandingkan pembangkit listrik konvensional.
Sahabat Pahlawan EBT pasti penasaran, apa saja peluang pemanfaatan PLTS di Indonesia? Apa saja tantangannya? Artikel ini akan membahas pertanyaan-pertanyaan ini dengan cermat. Siapa tahu bisa menjadi pertimbangan jika Anda ingin mulai membangun perusahaan solar PV di Indonesia.
Mengenal Sumber Energi Terbarukan: Peluang Dan Tantangan
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) memberikan berbagai keuntungan dan manfaat penting. Berikut adalah beberapa manfaat utama penggunaan PLTS:
Pdf) Outlook Energi Indonesia 2019: Dampak Peningkatan Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan Terhadap Perekonomian Nasional
Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya energi terbarukan menjadi saat yang tepat untuk memanfaatkan PLTS. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hingga Oktober 2021, terdapat 4.399 pelanggan PLTS Atap dengan kapasitas 42,39 megawatt puncak (MWp).
Dengan meningkatnya kebutuhan energi dan kesadaran akan pentingnya solusi ramah lingkungan, penggunaan PLTS pun semakin meningkat. Selain digunakan di dunia usaha atau industri, PLTS cocok untuk ruangan kecil seperti rumah pribadi. Penggunaan PLTS tidak hanya mengurangi emisi gas rumah kaca, namun juga menghemat biaya energi, baik sebagai sistem yang berdiri sendiri maupun dikombinasikan dengan energi konvensional.
Untuk memanfaatkan potensi PLTS secara efektif, dukungan pemerintah sangat penting. Indonesia telah menunjukkan komitmennya terhadap energi terbarukan dan
Melalui kebijakan yang berbeda. Salah satunya adalah UU ESDM Nomor 26 Tahun 2021 yang mengatur tujuh aspek penting terkait penggunaan panel surya atap.
Pdf) Pembangkit Energi Listrik: Instalasi Dan Prinsip Kerja
Selain itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berupaya mencapai tujuan penggunaan 23% energi baru terbarukan pada tahun 2025. Usulan tersebut antara lain Indonesia bertanggung jawab atas pengembangan PLTS berdasarkan Perjanjian Paris yang bertujuan untuk mengurangi gas rumah kaca. emisi. 29% emisi pada tahun 2030.
Kesimpulannya, pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Indonesia menawarkan peluang besar bagi masa depan energi terbarukan. Dengan dukungan kuat pemerintah, meningkatnya kesadaran masyarakat, dan potensi pasar yang kuat, bisnis PLTS yakin akan terus berkembang. Meskipun terdapat beberapa tantangan, peluang di sektor PV surya sangat besar, terutama bagi mereka yang ingin berpartisipasi dalam energi bersih dan berkelanjutan di Indonesia. Kini saatnya mempertimbangkan untuk berinvestasi di PLTS dan memenuhi kriteria berikut (satu): akademisi, profesional atau praktisi di bidangnya, pembimbing atau pembimbing isu-isu strategis, sarjana/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman. , aktivis lembaga swadaya masyarakat, tokoh masyarakat, pegawai lembaga pemerintah dan swasta, Mahasiswa Magister dan Doktor. Cara mendaftar baca di sini
Namun pemanfaatannya masih buruk, hanya 11,2 GW atau 2,5 persen (data Januari 2022 Kementerian ESDM).
Secara keseluruhan, energi panas bumi saat ini terpasang sebesar 9,5 persen dari total 24 GW. Faktanya, potensi panas bumi Indonesia menyumbang 40 persen dari potensi panas bumi dunia (Nasruddin dkk, 2016).
Indonesia-jepang Jalin Kesepakatan Kerja Sama Energi, Ini Rinciannya
Letak geografis dan geologi serta kondisi kehidupan di Indonesia juga baik untuk mendongkrak tenaga surya 208 GW, tenaga air 75 GW, tenaga angin 61 GW, bioenergi 33 GW, dan energi kelautan 18 GW (Erdiwansyah dkk, 2021).
Banyak faktor yang menghambat pengembangan sektor energi terbarukan, antara lain biaya dan investasi pengembangannya yang dinilai kurang kompetitif dibandingkan energi fosil.
Kemudian P3IPTEK (Penelitian, Pengembangan dan Pengendalian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) di bidang energi terbarukan masih terbatas, serta belum adanya peraturan yang lebih kuat, komprehensif dan menjamin perlindungan hukum terhadap pengembangan energi terbarukan.
Meskipun terdapat banyak undang-undang dan peraturan yang mengatur energi terbarukan, namun hingga saat ini pemanfaatan dan pengembangannya belum dapat dipastikan.
Mengenal Peluang Green Jobs Di Masa Pasca Pandemi Covid-19
Selain Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, terdapat juga peraturan terkait energi terbarukan, yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Energi Panas Bumi, PP Nomor -79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), dan Peraturan Menteri Nomor 22 Tahun 2014 tentang Energi Panas Bumi. 22 Tahun 2017 tentang Umum Energi Nasional. Rencana (RUEN).
Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penciptaan Lapangan Kerja (UU Ciptaker) sebagai Omnibus Law, pengembangan energi terbarukan diyakini akan terpacu.
Namun dengan muatan UU Ciptaker yang fokus pada penghapusan birokrasi dan desentralisasi, hal tersebut tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap upaya percepatan pengembangan energi terbarukan.
UU Ciptaker tidak menyasar energi terbarukan secara umum, hanya energi panas bumi. Lebih lanjut, energi panas bumi hanya diperuntukkan bagi pemanfaatan langsung dan bukan untuk menghasilkan listrik.
Anak Buah Bahlil: Tarik Investasi Ke Sektor Energi Baru Terbarukan Perlu Regulasi Jelas
Selain itu, pembahasan energi panas bumi dalam UU Ciptaker lebih fokus pada kemudahan pemberian izin kawasan konservasi dan penguatan sanksi administratif dibandingkan sanksi pidana.
Di sisi lain, RUU Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT), diubah menjadi RUU EBET (Energi Baru dan Terbarukan), memasuki proses adaptasi Prolegnas DPR RI, dan dinilai namun dapat mendorong lebih banyak penggunaan energi terbarukan. energi.
Alasan utama mengapa RUU EBT dinilai dapat memberikan solusi bagi pengembangan energi terbarukan adalah pertama, RUU EBT menekankan pada prioritas pemerintah dalam mencapai tujuan pencapaian energi terbarukan dalam bauran energi nasional yang disediakan oleh KEN. , yaitu 23 persen pada tahun 2025 dan kemudian menjadi 31 persen pada tahun 2050.
Sementara itu, hingga saat ini porsi bauran energi terbarukan baru mencapai 11,7 persen atau masih terdapat gap sebesar 11,3 persen.
Apa Itu Energi Tak Terbarukan? Ini Dia Definisi Beserta Contohnya!
Jika hanya menjalankan skenario business as Usual, maka kinerja energi terbarukan pada tahun 2025 diproyeksikan akan mengalami penurunan sebesar 15 persen -16 persen.
Keterlibatan pemerintah dalam pengembangan energi terbarukan secara jelas tertuang dalam pasal-pasal yang mengatur transisi dan peta jalan agar dapat dilaksanakan secara bertahap, terukur, wajar dan berkelanjutan.
Salah satu topik menarik yang dibahas dalam RUU EBT adalah seluruh pembangkit listrik tenaga diesel harus diganti dengan pembangkit listrik energi baru dan terbarukan pada tahun 2024.
Namun, sejumlah pihak menilai RUU EBT merupakan aturan yang kabur karena memfasilitasi proses batubara dengan gas dalam bentuk DME (
Energi Terbarukan, Kunci Kemajuan Indonesia Halaman 1
Kedua, RUU EBT akan mengatur Standar Portofolio Energi Terbarukan (SPET) yang merupakan standar minimum bagi perusahaan yang mengelola listrik dari energi tak terbarukan hingga transisi mengelola listrik dari energi terbarukan.
Keberadaan SPET bertujuan untuk menjamin pengembangan energi terbarukan pada level yang serupa dengan “playground level”.
Selain itu, Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) mengusulkan agar RUU EBT juga mengatur pembentukan BPET (Badan Pengelola Energi Terbarukan).
Kehadiran BPET yang khusus mengelola pengembangan EBT merupakan konsep umum dan diterapkan di banyak negara seperti ARENA (Australian Renewable Energy Agency), DENA (Deutsche Energie-Agentur), SEDA (Sustainable Energy Development Agency) di Malaysia, dan NREB (Dewan Energi Terbarukan Nasional) di Filipina.
Pdf) Model Bisnis Untuk Memperkuat Peran Pemerintah Daerah Dalam Pemanfaatan Potensi Energi Terbarukan Di Indonesia
Peran BPET adalah menyusun strategi pelaksanaan penggunaan energi terbarukan, melakukan kerjasama dengan kementerian/lembaga yang ada dalam pelaksanaan strategi, mengkoordinasikan perencanaan dan pembelian energi terbarukan dengan perusahaan, pengembangan energi terbarukan investasi energi, serta pengelolaan dan definisi pembiayaan penggunaan energi terbarukan. .
Selain itu, jika mentalitas pencabutan dan pencabutan UU Cipta Kerja belum mengatasi kelemahan undang-undang energi terbarukan yang ada, maka RUU EBT harus dibenahi.
Yang terpenting, RUU EBT harus mampu mengadaptasi dan menyelaraskan regulasi energi terbarukan yang ada.
Dengarkan berita dan pilihan terbaru kami langsung di ponsel Anda. Pilih saluran baru yang ingin Anda ikuti saluran WhatsApp Kompas.com: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan untuk memasang WhatsApp Teknisi yang memantau suhu radiasi matahari di Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Cirata yang dioperasikan oleh PT Pembangkitan Jawa Bali di kawasan Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, pada Kamis (23/9). /2021).
Berkenalan Dengan Plts Atap, Sebagai Solusi Penghematan Dan Pemanfaatan Energi Terbarukan.
JAKARTA, – Salah satu energi terbarukan yang digalakkan adalah pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS untuk mencapai tujuan transisi. Namun pasokan solar photovoltaic atau solar PV masih bergantung pada impor. Industri manufaktur PV surya dalam negeri harus berkembang pesat agar dapat lebih berperan dalam transisi energi ke bawah.
Kepala Pusat Penelitian Energi Berkelanjutan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Tri Widjaja dihubungi Minggu (26/5/2024) bahwa saat ini belum ada PV yang seluruh rantai produksinya lokal, sehingga masih bergantung pada impor, terutama dari China. Hal ini disebabkan kurangnya produksi silikon kristal yang dapat mencapai tingkat keekonomian.
“Jika kita ingin menghilangkan ketergantungan impor PV dari China, kita perlu meningkatkan penelitian produksi kristal silikon, kemudian membangun pabrik solar PV. Saat ini, produksi solar PV dan komponen pendukungnya masih dalam tahap prototype. Jadi dari segi biaya dan stabilitas masih lebih rendah dibandingkan produk luar negeri,” kata Tri.
Tri yang merupakan Guru Besar Departemen Teknik Kimia ITS ini menambahkan, untuk mengakselerasi produk solar PV dan komponen pendukungnya, diperlukan antara lain perusahaan pionir di bidang tersebut. Dengan cara ini diharapkan dapat lebih berkembang hingga mencapai tingkat keekonomian dan mampu bersaing di pasar.
Pemanfaatan Energi Terbarukan, Panel Surya Mengurangi Emisi
Yuli Setyo Indartono, Peneliti bidang sistem pendingin panel surya yang juga Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut Teknologi Bandung (ITB), mengatakan kemandirian nasional dalam produksi PV harus didorong. Meskipun kita masih mengandalkan produksi luar negeri, masih ada nilai lebih yang bisa ditambahkan dalam pengembangan energi surya di Indonesia.
“Saat ini (komponen) sel surya (Solar PV) masih diimpor dan dirakit dengan merek lokal. Untuk proyek besar didatangkan dari luar negeri. Oleh karena itu, kebebasan nasional dalam pengembangan PLTS harus dicapai dengan kerja sama yang baik. “Pemerintah sebagai regulator, dan akademisi/peneliti dari perguruan tinggi”, kata Yuli.
Pengunjung melihat panel display pada pameran Green Energy di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (7/3/2024).
Saat ini, kata Yuli, sekitar 90 persen solar PV yang digunakan di dunia berbahan dasar silikon. Dengan penerapan teknologi tersebut, China mendominasi pasar global. Menurutnya, jika ingin menjadi pemain penting dalam industri PV surya di masa depan, Indonesia harus terjun dalam pengembangan panel surya perovskit yang sedang dikembangkan di berbagai negara.
Masa Depan Energi Terbarukan Halaman 1
“Namun, jika itu benar-benar mengarah ke sana